Wayang Kulit Cirebon, Dari Cerita, Khazanah, Budaya, sampai Filosofi Hidup!

Sejarah dan Carita Wayang Kulit Cirebon


Cirebon, Fokuscirebon.com - Melihat sejarah budaya di Nusantara, terutama dalam penyebaran agama Islam tidak lepas dari peran Wali Songo. Salah satunya dengan menggunakan perantara seni Wayang Kulit. Cirebon, memiliki cerita dan khazanah sendiri mengenai pentas seni pertunjukan ini, tanpa menghilangkan nilai luhur dan filosofi yang luar biasa dalam setiap pementasan wayang kulit asli Cirebonan. Apa bedanya wayang kulit Cirebon dengan wayang di Nusantara? Bagaimana cerita, atau sejarah adanya seni Wayang Kulit di Cirebon?


 Para budayawan cirebon sepakat bahwa eksistensi wayang kulit cirebon bermula dari kedatangan Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu dari sembilan wali atau biasa disebut Wali Sanga dalam bahasa Cirebon dimana Sunan Gunung Jati atau Sunan Jati sebagai ketuanya. Datangnya Sunan Kalijaga ke wilayah Cirebon bertujuan untuk menyebarkan dakwah islam dan media yang digunakan oleh Sunan Kalijaga pada waktu itu diantaranya adalah Wayang Kulit. Dalam budaya Cirebon terutama dalam budaya pedalangannya, Sunan Kalijaga dipercaya pada waktu itu disebut sebagai Ki Sunan Dalang Panggung, namun dalam versi yang lain Ki Sunan Dalang Panggung ini dipercaya sebagai Syekh Siti Jenar dan bukannya Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga ini pula yang memperkenalkan Suluk atau Syair 'Malang Sumirang yang merupakan suluk khas Cirebon.

 Berdasarkan musium wayang Cirebon juga memiliki Wayang Kulit yang mendapat pengaruh langsung dari Demak ketika para Wali Songo masih hidup. Bentuk tatahan halus, warna cat kehijauan, sedang ciri khasnya adalah pakaian. Batara Narada, Batara Kala tidak memakai baju atau telanjang dada, tidak seperti wayang kulit Purwa dari Surakarta dan Yogyakarta, dimana para Dewa memakai baju. Wayang Cirebon, pakem wayang ini mengambil ceritera dari kitab Mahabharata dan Ramayana yang telah diperbarui dan disesuaikan dengan dasar-dasar agama Islam oleh Sunan Panggung (Sunan Kalijaga). Tokoh Punakawan disini menjadi 9 orang, yaitu : Semar, Gareng, Dawala, Bagong, Curis, Witorata, Ceblek, Cingkring, dan Bagol Buntung (melambangkan jumlah 9 wali yang ada dalam menjalankan dakwah Islamiyah.

 Sejarah dan Carita Wayang Kulit CirebonVersi Cirebon : Semar menikah dengan Sudiragen, titisan dari isterinya di alam Kahyangan, yaitu Dewi Sanggani (puteri Umayadewa) , dari Sudiragen Semar tidak memperoleh anak. Tetapi Palasara, tempat Semar mengadi menyuruh Semar untuk mempunyai panakawan pembantu.

Semar menciptakan panakawan dan diakui sebagai anaknya, yaitu Ceblog, dari gagang daun kelapa (papah blarak), Bitarota, dari orang-orangan sawah (unduh-unduh), Duwala,dari bonggol atau tonggak bambu (bonggolan pring), Bagong, dari daun kastuba (kliyange godong kastuba), Bagalbuntung , dari bonggol jagung (bagal jagung), Gareng, dari potongan kayu gaharu dan Cungkring atau Petruk, dari potongan bambu (anjir dawa).

Dalam wayang kulit cirebon kelompok pagelaran wayang kulit cirebon diketuai oleh Dalang sendiri dengan diiringi sekitar 10 hingga 15 musisi, namun beberapa dalang wayang kulit cirebonan menyarankan bahwa tatanan kelompok musisi yang mengiringi pagelaran wayang kulit cirebonan sebaiknya berjumlah 17 orang, jumlah tujuh belas ini diambil unsur agama Islam yakni jumlah rokaat shalat wajib dalam sehari.
Mulyaman seorang Pengageng Budaya (Penjaga Adat) di Palimanan, Cirebon menjelaskan tentang alat-alat musik yang digunakan untuk tujuh belas orang musisi yang mengiringi pagelaran wayang kulit cirebon, alat-alat tersebut yakni :

    Kendang
    Gong
    Saron
    Gender
    Kenong
    Jengglong
    Penerus (Demung)
    Gambang
    Beri (Simbal)
    Kebluk (Kempyang)
    Klenang
    Kemanak
    Ketipung
    Bedug
    Bonang
    Kemyang (Bonang Penerus)
    Suling

namun ada juga alat pengiring lainnya seperti, Saron Imbal atau yang biasa disebut sebagai kedua, Ketuk, Biol dan Titil (Peking), sehingga membuat jumlah ideal yang disebut tujuh belas tersebut hanya sebagai sebuah saran pagelaran saja karena pada praktiknya jumlah tujuh belas tersebut tidak selalu digunakan.
 
Ada beberapa gaya dalam pementasan wayang kulit Cirebonan diantaranya' Gaya Gegesik, Gaya Palimanan, Dermaga Wetan (Jawa Timur). Bahasa pedalangannyapun cukup unik, berbeda dengan gaya bahasa wayang kulit di Nusantara. Babad (cerita) dan Lakon (Pemeran) nya pun berbeda tentunya, menyesuiakan kultur asli cirebonan. Klik TOMBOL AJAIB untuk cerita lengkapnya, soal keistimewaannya, dan perbedaan dengan wayang lain di bumi Nusantara. Atau klik VIDEO  INI, tinggal duduk manis dan mendengarkan.


No comments:
Write komentar

Terima kasih sudah bertanya dan memberi komentar. Mohon maaf apabila ada pertanyaan yang tidak bisa kami jawab atau kurang memuaskan!

Featured

Recent Posts Widget